Literasi
Digital
Paul Gilster pertama
kali mengemukakan istilah literasi digital (digital literacy) di bukunya yang
berjudul sama (Gilster, 1997 dalam Riel, et. al. 2012: 3). Ia mengemukakan
literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari
piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks seperti
akademik, karir dan kehidupan sehari-hari (Riel, et. al. 2012: 3). Pendapat
Gilster tersebut seolah-olah menyederhanakan media digital yang sebenarnya
terdiri dari berbagai bentuk informasi sekaligus seperti suara, tulisan dan
gambar. Oleh karena itu Eshet (2002) menekankan bahwa literasi digital
seharusnya lebih dari sekedar kemampuan menggunakan berbagai sumber digital
secara efektif. Literasi digital juga merupakan sebentuk cara berpikir
tertentu. Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital
yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer
berkembang pada dekade 1980an ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan
tidak saja di lingkungan bisnis namun juga masyarakat. Sedangkan literasi
informasi menyebarluas pada dekade 1990an manakala informasi semakin mudah
disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring.
Secara sederhana
literasi komputer diartikan sebagai alat bagi organisasi, komunikasi,
penelitian dan pemecahan masalah. Shapiro dan Hughes (1996) mengemukakan bahwa
literasi komputer terdiri dari tujuh komponen yaitu sebagai berikut.
1. Literasi
alat – kompetensi menggunakan piranti lunak dan keras.
2. Literasi
sumber – pemahaman tentang berbagai sumber bentuk, akses dan informasi
3. Literasi
sosial-struktural – pemahaman mengenai cara produksi dan manfaat informasi
secara sosial
4. Literasi
penelitian – penggunaan teknologi informasi untuk penelitian dan pengetahuan
5. Literasi
penerbitan – kemampuan berkomunikasi dan menerbitkan informasi
6. Literasi
teknologi baru – pemahaman mengenai perkembangan teknologi informasi
7. Literasi
kritis – kemampuan untuk mengevaluasi manfaat teknologi baru
Literasi informasi
dipelopori oleh para pustakawan untuk merumuskan penggunaan baru perpustakaan.
SCONUL (Society of College, National, and University Libraries) di UK (SCONUL,
2006 dalam Martin, 2008), menyebutkan literasi informasi menyangkut tujuh aspek
berikut.
1. Mengenali
informasi yang dibutuhkan
2. Menentukan
cara untuk menyelesaikan kesenjangan informasi
3. Mengkonstruksi
strategi untuk mendapatkan informasi
4. Mencari
dan mengakses
5. Membandingkan
dan mengevaluasi
6. Mengorganisir,
melaksanakan dan berkomunikasi
7. Meringkas
dan menciptakan
Jika kita perhatikan,
literasi komputer lebih banyak berdimensi keterampilan fisik seperti kemampuan
mengunakan alat-alat dan mengetahui sumber-sumber informasi. Sedangkan literasi
informasi lebih cenderung ketrampilan mental untuk memahami dan memproduksi
informasi baru. Berbasis pada literasi komputer dan informasi, Bawden (2001)
menyusun konsep literasi digital. Lebih komprehensif dibandingkan Glitser
(1997), Bawden, (2001) menyebutkan bahwa digital literasi menyangkut beberapa
aspek berikut ini.
1. Perakitan
pengetahuan yaitu kemampuan membangun informasi dari berbagai sumber yang
terpercaya
2. Kemampuan
menyajikan informasi termasuk di dalamnya berpikir kritis dalam memahami
informasi dengan kewaspadaan terhadap validitas dan kelengkapan sumber dari
internet.
3. Kemampuan
membaca dan memahami materi informasi yang tidak berurutan (non sequential) dan
dinamis
4. Kesadaran
tentang arti penting media konvensional dan menghubungkannya dengan media
berjaringan (internet)
5. Kedadaran
terhadap akses jaringan orang yang dapat digunakan sebagai sumber rujukan dan
pertolongan
6. Penggunaan
saringan terhadap informasi yang datang
7. Merasa
nyaman dan memiliki akses untuk mengkomunikasikan dan mempublikasikan informasi
Jika menilik pendapat
Bawden (2001) di atas maka digital literasi lebih banyak dikaitkan dengan
ketrampilan teknis mengakses, merangkai, memahami dan menyebarluaskan informasi.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Buckingham (2007) yang mengikuti pola
komponen-komponen literasi media yang sebelumnya telah berkembang luas. Ia
menyatakan bahwa digital literasi juga berkaitan dengan empat komponen penting
yaitu: representasi, bahasa, produksi dan khalayak. Satu per satu akan dibahas
berikut ini (Buckingham, 2007: 47-49).
1. Representasi:
sebagaimana media lain, media digital merepresentasikan dunia bukan semata-mata
merefleksikan dunia itu sendiri. Beberapa bagian dalam media digital adalah
hasil intrepretasi dan seleksi atas kenyataan.
2. Bahasa:
individu tidak saja dituntut mampu berbahasa namun juga memahami aneka kode dan
konvensi pada berbagai genre konten. Hal ini membutuhkan kemampuan untuk
memahami berbagai retorika fungsi bahasa seperti persuasi, eufimisme, hiperbola
dsb.
3. Produksi:
literasi juga berkaitan dengan pemahaman mengenai siapa yang berkomunikasi
kepada siapa dan mengapa. Hal ini berkaitan dengan motif komunikasi sehingga
khalayak dapat memahami ‘keamanan’ konten.
4. Khalayak:
hal ini terkait dengan posisi khalayak yaitu pemahaman tentang bagaimana media
menempatkan, menarget dan merespon khalayak termasuk di dalamnya cara-cara media
digital mendapatkan informasi dari khalayak berkaitan dengan isu privasi dan
keamanan pengguna.
Topik-topik literasi
digital yang disampaikan oleh Buckingham (2007) menekankan pemahaman konten
digital dan kemampuan khalayak memeriksa keamanan dan privasi penggunaan media
digital.
Pandangan lain
dikemukakan oleh Martin (2008) yang menyatakan bahwa literasi digital merupakan
gabungan dari beberapa bentuk literasi yaitu: komputer, informasi, teknologi,
visual, media dan komunikasi. Soal literasi komputer dan informasi telah
dikemukakan di atas. Berikut ini satu per satu dibahas berbagai bentuk literasi
lain.
Literasi teknologi
(Dakers, 2006 dalam Martin, 2008) didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan,
mengelola dan memahami teknologi. Literasi teknologi adalah kemampuan
menggunakan teknologi yang melibatkan pengetahuan mengenai faktor-faktor kunci
yang menentukan keberhasilan sistem operasi teknologi. Hal ini meliputi
pengetahuan mengenai sistem makro, adaptasi manusia terhadap teknologi, prilaku
sistem. Ketrampilan ini juga menyangkut kemampuan menjalankan seluruh aktivitas
teknologi secara efisien dan tepat.
Konsep lain yang
digunakan untuk menyusun konsep literasi digital adalah literasi media.
Literasi Media terdiri dari serangkaian kompetensi komunikasi termasuk
kemampuan mengakses, menganalisa, mengevaluasi dan mengkomunikasikan informasi
dalam berbagai bentuk pesan tercetak dan tidak tercetak (The Alliance for a
Media Literate America dalam Martin, 2008).
Agak mirip dengan
literasi media, Martin (2008) juga mengelaborasi literasi komunikasi sebagai
pembentuk literasi digital. Literasi komunikasi diartikan sebagai kemampuan
berkomunikasi efektif secara individual atau kerja kolaboratif dalam kelompok
dengan menggunakan teknologi penerbitan (piranti lunak teks, basis data, lembar
kerja, alat gambar dsb), internet, dan alat elektronik dan komunikasi yang lain
(Winnipeg School Division dalam Martin, 2008).
Ketrampilan lain yang
menjadi dimensi literasi digital adalah literasi visual. Ini adalah kompetensi
pengelihatan manusian yang dikembangkan dari kemampuan melihat yang
diintegrasikan dengan pengalaman inderawi. Kemampuan ini membuat manusia dapat
membedakan dan mengintrepretasikan seluruh tindakan, obyek, simbol terlihat
yang alamiah maupun buatan manusia yang terjadi di lingkungan sekitar.
Penggunaan ketrampilan ini secara
kreatif membuat manusia
dapat berkomunikasi dengan manusia lain. Sedangkan penggunaan ketrampilan ini
secara apresiatif membuat seseorang dapat memahami dan menikmati karya komunikasi
visual. (Visual Literacy Association dalam Martin, 2008).
Melihat enam
ketrampilan literasi dasar tersebut, komputer, informasi, teknologi, media,
komunikasi dan visual, maka Martin (2008) merumuskan beberapa dimensi literasi
digital berikut ini.
1. Literasi digital melibatkan kemampuan
aksi digital yang terikat dengan kerja, pembelajaran, kesenangan dan aspek lain
dalam hidup sehari-hari.
2. Literasi digital secara individual
bervariasi tergantung situasi sehari-hari yang ia alami dan juga proses
sepanjang hayat sebagaimana situasi hidup individu itu.
3. Literasi digital dibentuk oleh namun
lebih luas dari literasi teknologi komunikasi informasi.
4. Literasi digital melibatkan kemampuan
mengumpulkan dan menggunakan pengetahuan, teknik, sikap dan kualitas personal
selain itu juga kemampuan merencanakan, menjalankan dan mengevaluasi tindakan
digital sebagai bagian dari penyelesaian masalah/tugas dalam hidup.
5. Literasi digital juga melibatkan
kesadaran seseorang terhadap tingkat literasi digitalnya dan pengembangan
literasi digital.
Lebih lanjut Martin
(2008) setuju bahwa literasi digital bersifat berjenjang sebagaimana
diungkapkan oleh Mayes dan Fowler (2006). Gambar berikut ini menunjukan
penjejangan tersebut. Pada literasi digital tingkat satu, kompetensi digital,
seseorang harus menguasai kemampuan dasar, konsep, pendekatan dan tindakan
ketika berhadapan dengan media digital. Pada tingkat dua, penggunaan digital,
seseorang dapat menerapkan aplikasi untuk tujuan produktif/profesional misalnya
menggunakan media digital untuk bisnis, pengajaran, kampanye sosial dsb.
Sedangkan di tingkat teratas, transformasi digital, seseorang mampu menggunakan
media digital untuk melakukan inovasi dan kreatifitas bagi masyarakat luas.
Gambar I. Tingkat Literasi Digital
Sumber: Lankshear dan Knobel 2008, 167
Pendapat Martin (2008)
ini menunjukan bahwa literasi digital merupakan ketrampilan yang bersifat multi
dimensi. Seseorang dapat menguasai literasi digital secara bertahap karena satu
jenjang lebih rumit daripada jenjang sebelumnya. Kompetensi digital
mensyaratkan literasi komputer dan teknologi. Namun untuk dapat dikatakan
memiliki kompetensi literasi digital maka seseorang harus menguasai literasi
informasi, visual, media dan komunikasi.
Riel et al (2012)
sependapat dengan ahli sebelumnya yang menyatakan bahwa literasi digital
bersifat multi dimensi. Namun berbeda dengan Martin (2008), ia menjelaskan
bahwa literasi digital bersifat klasifikasi horisontal bukan vertikal. Literasi
digital dikemukakan beberapa kelompok kemampuan sebagaimana dijelaskan pada
tabel berikut ini.
Tabel I. Klasifikasi Literasi
Digital
Komponen literasi media
yang disampaikan oleh Riel et al (2012) ini berupaya mengakomodir aspek
dari digital media yang tak saja baru secara teknis tapi juga menghadirkan
logika komunikasi yang sangat interaktif yang cukup berbeda dengan media
konvensional seperti media cetak dan penyiaran.
Interaksi di media
digital tidak saja membutuhkan kemampuan teknis mengakses teknologi tapi juga
memahami konten, fungsi aktif dan interaktif memproduksi pesan. Lebih dari itu
interaksi di media digital membawa konsekuensi terhadap keamanan diri, privasi,
konsumsi berlebihan, menyikapi perbedaan.
Konsep dan dimensi
literasi digital yang dikemukakan oleh Riel et al (2012) bermuatan
teknologis, psikologis dan sosial. Sehingga dapat dipahami bahwa literasi
digital adalah bentuk ketrampilan yang kompleks dan menyangkut ketrampilan baru
yang harus dimiliki manusia berhadapan dengan lingkungan digital saat ini.